Puisi - Kecewa
Gambar: sepedaku.org
Pagiku hilang tinggal kenangan,
ditelan senja yang makin muram,
pada malam-malamku yang kembali sepi,
dan mungkin lebih sepi dari ritual sakral di Pulau Dewata...
Saatku tak peduli,
dengan senyummu yang penuh kepalsuan,
dan dengan tawamu yang sarat dengan sandiwara...
Kuberi kau satu, kau buang tiga,
kuberi kau tiga, kau buang lima,
hingga tong-tong sampah di sepanjang Jalan Swasembada itupun tak sudi,
tuk menjadi tempat persinggahan terbaik,
di kala hari tengah dijejal terik...
Katakan yang hitam sebagai hitam,
katakan yang putih sebagai putih,
dan jangan kau campur-adukkan keduanya,
dalam sebuah drama abu-abu,
yang kau persembahkan pada Sabtu kelabu...
Adakah obat penawar rindu yang telah terkoyak?
Adakah terapi penyembuh kepercayaan yang terlanjur luntur?
Dan sesaat kemudian,
akan kuakhiri semua ini dengan diam....
[Sungai Bambu; Rabu, 7 November 2018; 10:03]
akhir daripuisi yang indah dari sebuah kekecewaan tersebut diakhiri hanya dengan DIAM....hhhh...ngga seru deh ih
BalasHapusHehehe...terima kasih mba Tuvli. Memang saya juga belum menemukan ending yang pas untuk puisi tersebut. Rasanya ingin membuang bagian terakhir. Tapi tidak mengapa, ini akan semakin memacu saya untuk membuat yang lebih baik lagi nantinya. Terima kasih sudah berkunjung.
Hapusrindu tapi karena dianya sudah dimiliki orang lain, ya jadinya bingung
BalasHapusketemu bisa saja tapi yang pendampingnya marah-marah
jadi terpendam deh rindunya
Rindu yang berbahaya ya Sobat Sungai Awan? Terima kasih sudah mampir di blog saya.
HapusDiam katanya emas, tapi kadang diam bikin darah tinggi mas hehehe :D
BalasHapusYa itu kalau diam sambil ngemil sate kambing dalam porsi yang besar mba Tuteh...hehehe
HapusPuisinya keren mas, sepertinya berbakat jadi pujangga nich > :)
BalasHapusAlhamdulillah Kang Nata. Semoga bisa menjadi Pujangga Maya...hehehe
Hapus